Sabtu, 26 November 2011
PEMUDA DI TENGAH REALITAS POLITIK
Instrumen Pengabsah atau Instrumen Perubah
Era reformasi Indonesia, memberi andil dalam banyak perubahan tatanan bernegara (state) dan berbangsa (nation), terutama di bidang politik dalam kerangka bangunan sistem politik, yang ikut bersinggungan saling mempengaruhi perubahan tatanan budaya dan prilaku politik. Pemilihan umum dengan sistem multi partai misalnya --- selain Pemilu 1955 --- kembali diberlakukan pada pelaksanaan Pemilu 1999 yang diikuti 48 partai politik. Dan pada Pemilu 2004, berdasarkan kebijakan KPU --- menurutnya peserta pemilu sebelumnya berjumlah besar --- jumlah partai politik diperkecil , yang kemudian hanya diikuti 24 kontestan.
Berdirinya partai politik --- dalam jumlah cukup banyak dibanding sebelumnya --- memberi dampak positif pada teraksesnya sejumlah kader-kader potensil untuk terlibat menjadi praktisi politik. Pada masa orde baru --- berdasarkan fusi partai
1 --- hanya ada dua partai politik plus satu orsospol
2 yang menjadi peserta pemilu, sehingga akses untuk terlibat didalamnya sangat terbatas dan tidak kondusif, dimana selama tiga dasawarsa sistem politik menjadi carut-marut akibat rekayasa politik orde baru yang memberlakukan sistem kepartaian hegemonik (hegemonic party system).
3 Saatnnya di era reformasi sekarang ini, kader-kader potensil saatnya memiliki ruang lapang dan sudah tersedianya wadah untuk dapat mengartikulasikan gagasan-gagasan dan pemikiran politiknya, untuk membangun tatanan politik ke-Indonesia-an dalam sistem kepartaian yang kompetitif (competitive party system).
Keterlibatan sejumlah kader-kader potensil itu, sebagian besar diantaranya --- sekurang-kurangnya --- oleh sejumlah kalangan mengetahuinya sebagai orang-orang profesional, kaum intelektual, cerdik-cendekia dan memiliki “jam terbang” tinggi sebagai idealis disejumlah kelembagaan masyarakat, termasuk diantaranya mereka golongan berusia muda. Maka oleh banyak elemen kemasyarakatan meletakkan harapan dipundak mereka, akan adanya suatu tatanan sistem dan budaya politik yang lebih baik di masa datang. Masalahnya karena sampai saat ini, mereka diperhadapkan pada dua situasi yang memiliki kekuatan tarik menarik yang sama kuatnya, dan memiliki pengikut atas pahamnya masing-masing.
4Pertama, yaitu antara mereka yang --- sadar atau tidak --- masih berparadigma lama untuk menjaga status quo, berhadapan dengan mereka yang mengklaim dirinya sebagai kaum reformis. Pada pihak pertama, terjebak pada prilaku dan sikap pragmatis berdasarkan ukuran lama dimasa orde baru. Mereka ini, tidak semata eksponen dari salah satu partai politik lama, tetapi juga di partai baru yang memahami politik secara parsial. Pada pihak kedua, mereka yang memiliki komitmen pembaharuan, selalu berdaya-upaya mendorong perubahan tatanan politik secara cepat, untuk memberdayakan peranan partai politik sesuai tujuan dan fungsinya demi terbangunnya demokratisasi dan masyarakat madani (civil society),
5meskipun disadari tidak berpengalaman dalam praktek politik sebagai kekurangannya.Kedua, antara penganut paham stuktural yang memandang bahwa perubahan tatanan politik, hanya mungkin dicapai melalui perbaikan sistem politik. Dan penganut paham kultural lainnya, yang berkesimpulan bahwa justru budaya politklah yang seharusnya menjadi dasar dalam membijaksanai pemberlakuan suatu sistem politik.
http://armintoputiri.blogspot.com/2007/10/artikel-pemuda-politik.html
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar